BELAJAR DARI NEGARA JEPANG
Konsep
disiplin sebenarnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konsep waktu dan
kerja, hiburan dan istirahat, serta konsep perorangan. Tingkatan kedisiplinan
tergantung pada tingkat kedisiplinan masyarakat sekitar juga. Bagaimana meningkatkan disiplin tergantung
bagaimana kita sebagai individu, pemerintah, lembaga, dan lain-lain
mensosialisasikannya dengan cara memberi contoh dalam tindakan-tindakan dan
mengingatkan secara langsung serta dengan memberi penjelasan-penjelasan yang
relevan atau berguna. Bangsa Jepang dengan kedisiplinannya mengenal semangat
bushido yang telah diterapkan beratus-tahun yang lalu oleh masyarakat Jepang.
Ada beberapa etos kerja orang
Jepang, di antaranya tepat waktu, cepat dan fleksibel, semangat mengabdi, dan
lain-lain. Dan yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah disiplin waktu
orang Jepang dan bagaimana cara mereka mensosialisasikan kedisiplinan terutama
dalam hal waktu.
Saya akan memulai dengan
bagaimana disiplin orang Jepang. Dalam hal ini terkait erat dengan disiplin
waktu, karena apa saja yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang telah
diatur, baik dari individu maupun pemerintah atau lembaga.
Di Jepang selalu di kampanyekan
slogan Utsukushii kuni (美しい国) yang berarti Negara Jepang yang cantik. Walaupun
Negara itu memang sangat bersih, slogan ini masih tetap diterapkan untuk
membudayakan masyarakatnya agar disiplin terhadap segala aturan yang tentunya
akan membawa keuntungan bagi diri sendiri.
Dalam hal pekerjaan, orang
Jepang pada tahun 60-an, rata-rata jam kerja orang Jepang adalah 2.450
jam/tahun. Ini merupakan jam kerja tertinggi di dunia mengalahkan Negara
adidaya Amerika Serikat saat itu. Pada tahun 1992, jam kerja itu menurun
menjadi 2.017 jam/tahun. Namun, ini masih jam kerja tertinggi di dunia
mengalahkan Negara-negara Eropa lainnya, terutama Amerika Serikat. Ini
menunjukkan bahwa orang Jepang lebih banyak menghabiskan waktu mereka di tempat
kerja dibanding pulang cepat ke rumah. Inilah yang membuat pertumbuhan ekonomi
juga kualitas sumber daya manusia di Jepang meningkat. Bahkan masyarakat Jepang
menganggap bahwa orang yang pulang kerja lebih cepat sebagai orang yang malas,
tidak produktif, dan orang yang tidak penting. Inilah bukti bahwa disiplin
terutama disiplin waktu telah mengakar dalam kehidupan mereka, meskipun tidak
semua orang Jepang seperti itu.
Waktu bagi orang Jepang sangat
penting, dan tidak boleh terbuang sia-sia walaupun hanya sebentar. Akan tetapi,
mereka juga tetap memiliki waktu-waktu santai mereka yang dihabiskan bersama
keluarga atau rekan kerja. Jepang merupakan salah satu Negara yang waktu
liburnya dalam setahun sangat sedikit.
Contoh lainnya adalah
pemerintah menetapkan waktu di Jepang haruslah seragam. Pertama, jadwal
pelajaran di sekolah/kampus dibuat seragam. Kedua, penunjuk waktu di tempat
umum seperti di jalan-jalan, di stasiun, bandara, dll juga dibuat seragam
waktunya, begitu juga penunjuk waktu di setiap stasiun televisi. Ketiga, penunjuk waktu di tempat umum
tersebut dibuat terpusat agar memudahkan standarisasi pengaturan waktunya.
Ada juga sosialisasi disiplin
waktu orang Jepang yang diterapkan pada perusahaan tempat mereka bekerja, yaitu
jam istirahat siang. Biasanya sebelum waktu jam istirahat siang mereka hampir
habis, mereka sudah bersiap-siap untuk kembali bekerja. Dan bagi yang
terlambat, maka akan mendapatkan sangsi dari atasannya.
Pemerintah Jepang juga sangat
mengatur jadwal pemberangkatan transportasi, sehingga masyatakat bisa tepat
dalam setiap rencananya.
Dari semua hal di atas, maka masyarakat
dapat meniru apa yang dicontohkan oleh
pemerintah, lembaga, atau organisasi tertentu dalam mendisiplinkan waktu.
Pemerintah pun dapat meniru kedisiplinan waktu yang diperlihatkan dari setiap
individu.
Ada lagi hal menarik dalam kedisiplinan
waktu orang Jepang dalam mensosialisasikannya kepada orang lain terutama bagi
warga Negara asing, yaitu disiplin soal waktu makan. Warga Negara asing yang
berasal dari daerah tropis baik dia pelajar maupun pekerja, belum bisa terbiasa
dengan iklim di Jepang yang mempunyai empat musim. Ketidakbiasaan ini akan
menimbulkan penyakit, apalagi bagi yang pola makannya tidak teratur. Orang
Jepang mengajarkan bahwa makan itu adalah sebuah kebutuhan dan keharusan , bukan
karena lapar. Inilah mengapa orang Jepang waktu makannya sangat teratur.
PERBANDINGAN DISIPLIN WAKTU JEPANG-INDONESIA
Memperbandingkan
berarti mencari persamaan dan perbedaan di antara dua atau tiga hal. Maka
tulisan ini akan memberikan dan menjelaskan persamaan dan perbedaan dalam
disiplin waktu antara orang Jepang dengan orang Indonesia.
Pada bab II di atas tentang pembahasan disiplin waktu telah dijelaskan
bagaimana memasyarakatkan budaya disiplin waktu di Jepang. Nah, sekarang,
bagaimana dengan di Indonesia?
Indonesia juga dikenal dengan budaya waktunya yang sangat unik, yaitu budaya
jam karet, jam lentur, jam fleksibel yang bisa diulur-ulur, ditarik
kesana-kemari. Orang-orang di Indonesia paling suka membuat orang lain menunggu,
padahal tidak suka dibuat menunggu, tapi membuat orang lain menunggu. Biasanya
ada istilah yang sering diucapkan seseorang yang sedang menunggu, “saya di sini
sudah berjamur menunggu kamu”, atau “punya jam tidak?”, “ngaret lagi ngaret
lagi”, dan lain sebagainya. Dan uniknya, kalau sudah terlambat lalu minta maaf,
maka besoknya diulang lagi. Berbeda dengan orang Jepang yang sangat malu jika
terlambat, bahkan sampai membungkuk dalam-dalam dan berulang kali, serta
berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Ada teori dari seorang pakar bahasa tentang budaya jam karet Indonesia. Ia
mengatakan bahwa orang Indonesia sering tidak tepat waktu dikarenakan bahwa
dalam bahasa Indonesia tidak dikenal adanya tenses(masa / tenggang
waktu). Entahlah.
Dalam hal bekerja, Jepang dikenal lebih lama menghabiskan waktu di tempat
kerja, bahkan bisa pulang kerja sampai larut malam. Pulang terlambat, otomatis
tidurnya juga terlambat, akan tetapi keesokan harinya mereka tetap tepat waktu
sampai di tempat kerja. Orang Indonesia sebaliknya. Lebih cepat pulang ke rumah
atau bersantai di mall-mall pada saat jam kerja. Hal tersebut di Jepang
dianggap sebagai sesuatu yang negatif, dan dianggap sebagai orang yang tidak
produktif, dan pemalas.
Standarisasi waktu di Jepang dibuat seragam satu sama lain baik di tempat umum,
media televisi, dan sebagainya agar tidak terjadi misswaktu yang
dapat merusak jalannya kegiatan sehari-hari. Di Indonesia tidak ada sistem
seperti ini, karena dari yang saya lihat dan dari artikel yang saya baca,
standarisasi waktu yang digunakan berbeda-beda. Di Indonesia dikenal adanya
pembagian waktu seperti WIB (waktu Indonesia barat), WITA (waktu Indonesia
tengah), dan WIT (waktu indonesia timur). Ini dikarenakan perbedaan lebar
wilayah Indonesia dari barat ke timur yang berpengaruh pada rotasi bumi
terhadap arah matahari dan garis masing-masing berbeda 15° bujur bumi adalah 1
jam. Akan tetapi, dari setiap bagian waktu, terjadi ketidaksamaan waktu dan
biasanya ada sampai beda tiga puluh menit. Saya sendiri bingung harus mengikuti
menit yang benar, karena tidak adanya keserasian waktu. Penunjuk waktu di kampus
seperti di jurusan berbeda dengan penunjuk waktu yang ada di mushalla
atau di masjid.
Ada satu cara pemerintah di Indonsesia mensosialisasikan budaya jam karetnya
pada masyarakatnya sendiri, seperti jika akan rapat DPR/MPR yang apalagi saat
itu akan disiarkan secara langsung di televisi, yang terjadi adalah penundaan
yang bahkan sampai satu jam lebih. Ini salah satu hal yang tak dapat diteladani
rakyatnya.
Dari tulisan di atas, memang kebanyakan berisi perbedaan Jepang dengan
Indonesia dalam mendisiplinkan waktu, dan saya rasa akan sulit bagi saya
menemukan persamaannya.
Sumber : http://japanindoholic.blogspot.com/2011/05/disiplin-waktu.html