Kamis, 25 Juni 2015

DISIPLIN DAN TEPAT WAKTU

DISIPLIN DAN TEPAT WAKTU
BELAJAR DARI NEGARA JEPANG

Konsep disiplin sebenarnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konsep waktu dan kerja, hiburan dan istirahat, serta konsep perorangan. Tingkatan kedisiplinan tergantung pada tingkat kedisiplinan masyarakat sekitar juga.  Bagaimana meningkatkan disiplin tergantung bagaimana kita sebagai individu, pemerintah, lembaga, dan lain-lain mensosialisasikannya dengan cara memberi contoh dalam tindakan-tindakan dan mengingatkan secara langsung serta dengan memberi penjelasan-penjelasan yang relevan atau berguna. Bangsa Jepang dengan kedisiplinannya mengenal semangat bushido yang telah diterapkan beratus-tahun yang lalu oleh masyarakat Jepang.
                Ada beberapa etos kerja orang Jepang, di antaranya tepat waktu, cepat dan fleksibel, semangat mengabdi, dan lain-lain. Dan yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah disiplin waktu orang Jepang dan bagaimana cara mereka mensosialisasikan kedisiplinan terutama dalam hal waktu.
                Saya akan memulai dengan bagaimana disiplin orang Jepang. Dalam hal ini terkait erat dengan disiplin waktu, karena apa saja yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang telah diatur, baik dari individu maupun pemerintah atau lembaga.
                Di Jepang selalu di kampanyekan slogan Utsukushii kuni (美しい国) yang berarti Negara Jepang yang cantik. Walaupun Negara itu memang sangat bersih, slogan ini masih tetap diterapkan untuk membudayakan masyarakatnya agar disiplin terhadap segala aturan yang tentunya akan membawa keuntungan bagi diri sendiri.
                Dalam hal pekerjaan, orang Jepang pada tahun 60-an, rata-rata jam kerja orang Jepang adalah 2.450 jam/tahun. Ini merupakan jam kerja tertinggi di dunia mengalahkan Negara adidaya Amerika Serikat saat itu. Pada tahun 1992, jam kerja itu menurun menjadi 2.017 jam/tahun. Namun, ini masih jam kerja tertinggi di dunia mengalahkan Negara-negara Eropa lainnya, terutama Amerika Serikat. Ini menunjukkan bahwa orang Jepang lebih banyak menghabiskan waktu mereka di tempat kerja dibanding pulang cepat ke rumah. Inilah yang membuat pertumbuhan ekonomi juga kualitas sumber daya manusia di Jepang meningkat. Bahkan masyarakat Jepang menganggap bahwa orang yang pulang kerja lebih cepat sebagai orang yang malas, tidak produktif, dan orang yang tidak penting. Inilah bukti bahwa disiplin terutama disiplin waktu telah mengakar dalam kehidupan mereka, meskipun tidak semua orang Jepang seperti itu.
                Waktu bagi orang Jepang sangat penting, dan tidak boleh terbuang sia-sia walaupun hanya sebentar. Akan tetapi, mereka juga tetap memiliki waktu-waktu santai mereka yang dihabiskan bersama keluarga atau rekan kerja. Jepang merupakan salah satu Negara yang waktu liburnya dalam setahun sangat sedikit.
                Contoh lainnya adalah pemerintah menetapkan waktu di Jepang haruslah seragam. Pertama, jadwal pelajaran di sekolah/kampus dibuat seragam. Kedua, penunjuk waktu di tempat umum seperti di jalan-jalan, di stasiun, bandara, dll juga dibuat seragam waktunya, begitu juga penunjuk waktu di setiap stasiun televisi.  Ketiga, penunjuk waktu di tempat umum tersebut dibuat terpusat agar memudahkan standarisasi pengaturan waktunya.
                Ada juga sosialisasi disiplin waktu orang Jepang yang diterapkan pada perusahaan tempat mereka bekerja, yaitu jam istirahat siang. Biasanya sebelum waktu jam istirahat siang mereka hampir habis, mereka sudah bersiap-siap untuk kembali bekerja. Dan bagi yang terlambat, maka akan mendapatkan sangsi dari atasannya.
                Pemerintah Jepang juga sangat mengatur jadwal pemberangkatan transportasi, sehingga masyatakat bisa tepat dalam setiap rencananya.
                Dari semua hal di atas, maka masyarakat dapat meniru  apa yang dicontohkan oleh pemerintah, lembaga, atau organisasi tertentu dalam mendisiplinkan waktu. Pemerintah pun dapat meniru kedisiplinan waktu yang diperlihatkan dari setiap individu.

                Ada lagi hal menarik dalam kedisiplinan waktu orang Jepang dalam mensosialisasikannya kepada orang lain terutama bagi warga Negara asing, yaitu disiplin soal waktu makan. Warga Negara asing yang berasal dari daerah tropis baik dia pelajar maupun pekerja, belum bisa terbiasa dengan iklim di Jepang yang mempunyai empat musim. Ketidakbiasaan ini akan menimbulkan penyakit, apalagi bagi yang pola makannya tidak teratur. Orang Jepang mengajarkan bahwa makan itu adalah sebuah kebutuhan dan keharusan , bukan karena lapar. Inilah mengapa orang Jepang waktu makannya sangat teratur.

PERBANDINGAN DISIPLIN WAKTU JEPANG-INDONESIA

 Memperbandingkan berarti mencari persamaan dan perbedaan di antara dua atau tiga hal. Maka tulisan ini akan memberikan dan menjelaskan persamaan dan perbedaan dalam disiplin waktu antara orang Jepang dengan orang Indonesia.
                Pada bab II di atas tentang pembahasan disiplin waktu telah dijelaskan bagaimana memasyarakatkan budaya disiplin waktu di Jepang. Nah, sekarang, bagaimana dengan di Indonesia?
                Indonesia juga dikenal dengan budaya waktunya yang sangat unik, yaitu budaya jam karet, jam lentur, jam fleksibel yang bisa diulur-ulur, ditarik kesana-kemari.  Orang-orang di Indonesia paling suka membuat orang lain menunggu, padahal tidak suka dibuat menunggu, tapi membuat orang lain menunggu. Biasanya ada istilah yang sering diucapkan seseorang yang sedang menunggu, “saya di sini sudah berjamur menunggu kamu”, atau “punya jam tidak?”, “ngaret lagi ngaret lagi”, dan lain sebagainya. Dan uniknya, kalau sudah terlambat lalu minta maaf, maka besoknya diulang lagi. Berbeda dengan orang Jepang yang sangat malu jika terlambat, bahkan sampai membungkuk dalam-dalam dan berulang kali, serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
                Ada teori dari seorang pakar bahasa tentang budaya jam karet Indonesia. Ia mengatakan bahwa orang Indonesia sering tidak tepat waktu dikarenakan bahwa dalam bahasa Indonesia tidak dikenal adanya tenses(masa / tenggang waktu). Entahlah.
                Dalam hal bekerja, Jepang dikenal lebih lama menghabiskan waktu di tempat kerja, bahkan bisa pulang kerja sampai larut malam. Pulang terlambat, otomatis tidurnya juga terlambat, akan tetapi keesokan harinya mereka tetap tepat waktu sampai di tempat kerja. Orang Indonesia sebaliknya. Lebih cepat pulang ke rumah atau bersantai di mall-mall  pada saat jam kerja. Hal tersebut di Jepang dianggap sebagai sesuatu yang negatif, dan dianggap sebagai orang yang tidak produktif, dan pemalas.
                Standarisasi waktu di Jepang dibuat seragam satu sama lain baik di tempat umum, media televisi, dan sebagainya agar tidak terjadi misswaktu yang dapat merusak jalannya kegiatan sehari-hari. Di Indonesia tidak ada sistem seperti ini, karena dari yang saya lihat dan dari artikel yang saya baca, standarisasi waktu yang digunakan berbeda-beda. Di Indonesia dikenal adanya pembagian waktu seperti WIB (waktu Indonesia barat), WITA (waktu Indonesia tengah), dan WIT (waktu indonesia timur). Ini dikarenakan perbedaan lebar wilayah Indonesia dari barat ke timur yang berpengaruh pada rotasi bumi terhadap arah matahari dan garis masing-masing berbeda 15° bujur bumi adalah 1 jam. Akan tetapi, dari setiap bagian waktu, terjadi ketidaksamaan waktu dan biasanya ada sampai beda tiga puluh menit. Saya sendiri bingung harus mengikuti menit yang benar, karena tidak adanya keserasian waktu. Penunjuk waktu di kampus seperti di jurusan berbeda dengan penunjuk waktu  yang ada di mushalla atau di masjid.
                Ada satu cara pemerintah di Indonsesia mensosialisasikan budaya jam karetnya pada masyarakatnya sendiri, seperti jika akan rapat DPR/MPR yang apalagi saat itu akan disiarkan secara langsung di televisi, yang terjadi adalah penundaan yang bahkan sampai satu jam lebih. Ini salah satu hal yang tak dapat diteladani rakyatnya.
                Dari tulisan di atas, memang kebanyakan berisi perbedaan Jepang dengan Indonesia dalam mendisiplinkan waktu, dan saya rasa akan sulit bagi saya menemukan persamaannya.


Sumber : http://japanindoholic.blogspot.com/2011/05/disiplin-waktu.html

SOCIAL ENTERPRENEUR

Apa itu Social Entrepreneur?


Sebelum mengenal apa itu Social Entrepreneur, perlu dipahami dahulu apa itu Social Entrepreneurship yang merupakan turunan dari entrepreneurship/kewirausahaan. Komunitas TDA, tahun 2010 pernah memperolehBest Achievement Social Entrepreneur Community dari majalah SWA.
Social Entrepreneurship jika diambil dari dua kata yaitu social dan entrepreneurship. Social lebih diartikan kepada kemasyarakatan dan pemberdayaan. Dan Entrepreneurship adalah kewirausahaan.
Beberapa sumber yang saya baca, Social Entrepreneurship itu menggabungkan inovasi, sumber daya dan kesempatan untuk mengatasi tantangan/problem sosial dan lingkungan dengan kewirausahaan. Fokus pada transformasi sistem, pemberdayaan masyarakat dan penyebab kemiskinan, marginalisasi/ketidakmerataan, kerusakan lingkungan dan kemanusiaan.
Social entrepreneurship harus dapat menciptakan keuntungan, sehingga bukanlah organisasi nirlaba, karena dari keuntungan tersebut organisasi tersebut dapat mengembangkan dan membesarkan pemberdayaan kepada masyarakat lebih besar dan luas lagi.
Tujuan utama Social Entrepreneurship adalah menciptakan sistem perubahan yang berkelanjutan (sustainable systems change), kunci pentingnya adalah inovasi, berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan adanya perubahan system social masyarakat.
Lalu apa Social Entrepreneur?
“ A social entrepreneur is someone who recognizes a social problem and uses entrepreneurial principles to organize, create, and manage a venture to make social change….rather than bringing a concept to market to address a consumer problem, social entrepreneurs attempt to bring a concept to market to address a public problem. “ (Alex Nicholls, Oxford University’s Skoll Centre).
Saat acara Dpreneur yang diselenggarakan Detikcom, Sandiaga S. Uno, menyebut bahwa Social Entrepreneur adalah orang yang dapat memberikan solusi permasalahan social di masyarakat dengan prinsip-prinsip kewirausahaan.
Dalam bahasa Indonesia, disebut juga Wirausaha Sosial. Wirausaha sosial adalah orang-orang yang melakukan perubahan. Bersama dengan lembaga-lembaga, jaringan, dan komunitas masyarakat, mereka menciptakan solusi yang efisien, berkelanjutan, transparan, dan memiliki dampak yang terukur.
Ciri-ciri pewirausaha sosial adalah mereka mau berkorban, segera bertindak jika ada permasalahan sosial di lingkungannya, memiliki sikap praktis, innovative, tekadnya kuat, berani ambil resiko, melakukan perubahan social, berbagi keberhasilan dan yang terpenting mereka mau mengevaluasi diri sendiri.
Banyak contoh di Indonesia para pewirausaha sosial ini, coba googling: Masril Koto, yang mendirikan bank khusus petani di Sumatera Barat. Dengan pemberdayaan yang dilakukan oleh Masril Koto, banyak petani yang tadinya malas bertani karena banyaknya kendala seperti modal, pemasaran, saat ini mereka dapat menjadi petani yang dapat menghasilkan. Masril Koto saat ini mempunyai asset 250Milyar rupiah dengan karyawan 1500 orang.
Indonesia membutuhkan banyak pahlawan di bidang social entrepreneurship ini agar masalah kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja mendapatkan solusi dengan kewirausahaan. Lalu Indonesia akan lebih sejahtera, makmur, adil merata.
Sumber : http://www.ptunika.com/lihat/11/apa-itu-social-entrepreneur.html

VISI MISI BILA MENJADI PRESIDEN

TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (SOFTSKILL)

NAMA   : EKO NURRIZKY WICAKSONO
KELAS  : 2TB01
NPM      : 22313836

Visi dan Misi bila saya menjadi presiden
1.       Menjadikan Negara Indonesia sebagai Negara yang mandiri
Selama ini Negara Indonesia masih banyak menggunakan produk-produk luar negeri, seperti dalam bidang fashion, bahan baku makanan dan lain-lain. Seharusnya Negara Indonesia sudah harus mulai untuk mengembangkan produk-produk dalam negerinya. Beberapa potensi dalam negeri sebenarnya sudah banyak bermunculan, potensi-potensi tersebut lah yang harus dikembangkan demi kemajuan Negara ini.

2.       Menggratiskan biaya pendidikan dan kesehatan bagi rakyat Indonesia
Rakyat Indonesia saat ini masih banyak terdapat golongan menengah kebawah, yang sangat membutuhkan uluran tangan pemerintah untuk membantunya dalam hal biaya pendidikan dan biaya kesehatan mereka masing-masing. Dengan digratiskannya kedua biaya tersebut diharapkan semua kebutuhan mereka dalam hal pendidikan dan kesehatan dapat terpenuhi, sehingga mereka dapat hidup di Negara ini dengan tercukupi segala kebutuhannya.

3.       Meningkatkan potensi para remaja
Saat ini para remaja Indonesia sudah banyak yang memulai untuk berbisnis secara mandiri, hal ini perlu di dukung oleh pemerintah untuk dapat lebih meningkatkan potensi-potensi mereka. Kini sudah banyak toko-toko usaha kecil mandiri yang dibangun oleh sekelompok remaja yang pada awalnya hanya bertujuan untuk sekedar mencari uang tambahan di sela waktu luang mereka, namun bukan hal yang tidak mungkin bila hal ini dapat dikembangkan menjadi sesuatu yang dapat bernilai ekonomis tinggi yang nantinya akan memberi pemasukan yang baik untuk Negara.

4.       Menonjolkan Indonesia di dunia Internasional
Seperti yang kita tahu bahwa citra Indonesia di dunia Internasional belum terlalu luas, banyak orang diluar sana yang mengetahui Negara Indonesia hanya karena keindahan pulau dewata bali nya, hal ini sangat disayangkan mengingat begitu banyak potensi-potensi yang dapat kita kembangkan dari Negara ini.
Salah satu potensi itu adalah “kekayaan budaya”, Negara Indonesia adalah Negara yang memiliki keberagaman budaya terbanyak di dunia, dari segi bahasa, budaya, pakaian, tempat tinggal dan lain-lainnya, keberagaman budaya tersebut tidak dimiliki oleh Negara lain, hal inilah yang dapat kita tonjolkan di dunia Internasional.

5.       Menekankan Pancasila sebagai budaya Bangsa
Saat ini kehidupan warga Negara Indonesia telah sedikit menjauh dari nilai-nilai pancasila yang sejak dulu telah diterapkan oleh leluhur-leluhur kita, sangat disayangkan bila kita hanya berdiam diri melihat semua kemunduran ini, korupsi merajalela, narkoba terjual bebas, perundang-undangan dilanggar, dan masih banyak perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai pancasila lainnya.
Kehidupan ber-Pancasila sudah seharusnya kita perdalam dan kita realisasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.