Rabu, 01 Februari 2017

DAMPAK RELOKASI LAHAN PARKIR DI KAWASAN KOTA TUA JAKARTA

DAMPAK RELOKASI LAHAN PARKIR
DI KAWASAN KOTA TUA JAKARTA


Oleh : Eko Nurrizky Wicaksono – [4TB01] – [22313836]
Tugas Mata Kuliah : Kritik Arsitektur

Kota Tua Jakarta, juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta, Indonesia. Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka). Dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari Timur" pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa, Jakarta Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah. Seperti yang kita kenal sekarang ini kota tua Jakarta telah menjadi salah satu objek wisata sejarah yang diminati di kawasan sekitar Jakarta barat.
Kawasan tersebut didatangi oleh 2000-4000 pengunjung setiap harinya yang ingin menikmati suasana wisata sejarah sekaligus wisata pendidikan dengan mempelajari sejarah dari masa-masa perjuangan Indonesia melawan jajahan Belanda dengan mengamati bangunan-bangunan sekitar kawasan tersebut yang saat ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang harus dipertahankan dan dijaga keberadaannya sebagai suatu nilai sejarah Kota Jakarta.


Namun saat ini kawasan tersebut sudah kurang terkendali dengan maraknya parkir-parkir liar yang berada di sekitar kawasan tersebut. Tercatat kurang lebih sebanyak 1000 kendaraan bermotor khususnya sepeda motor yang diparkirkan secara “liar” di sekeliling kawasan Kota Tua Jakarta. Hal ini tentu saja akan mengganggu kenyamanan para pengunjung yang ingin menikmati suasana “Old City” secara utuh dengan hadirnya ratusan sepeda motor yang melintang di sekeliling mereka.
Parkir liar itu sendiri dapat diartikan sebagai sebuah lahan yang sebenarnya tidak diperuntukkan sebagai lahan parkir namun dikelola oleh salah satu pihak tidak berwenang untuk menjadikan lahan tersebut sebagai lahan parkir yang kemudian akan dikelola dengan menawarkan jasa untuk menjaga keamanan dari kendaraan bermotor yang diparkirkan di lahan tersebut. Para pengelola parkir liar tersebut dapat mengambil keuntungan dari hasil jasa yang mereka tawarkan kepada pengunjung kawasan Kota Tua Jakarta yaitu sebesar      Rp. 2000 sebagai tarif untuk satu sepeda motor dan Rp.5000 – Rp.10.000 untuk mobil.
Dari hasil survey diketahui bahwa jumlah spot parkir liar yang terdapat di kawasan Kota Tua Jakarta sebelum dilakukan relokasi mencapai lebih dari 10 titik. Pihak Pemprov DKI bekerjasama dengan SATPOL-PP dan Dishub telah melakukan relokasi dan pembersihan parkir liar dan pedagang kaki lima secara besar-besaran yang mulai diberlakukan sejak bulan November 2016 lalu, namun setelah relokasi tersebut diberlakukan ternyata masih ada beberapa spot parkir liar yang tetap beroperasi tanpa sepengetahuan petugas. 


Pemprov DKI telah menetapkan sebuah lahan di kawasan Jl. Cengkeh yang letaknya tidak jauh dari kawasan Kota Tua sebagai lahan parkir masal yang seharusnya dapat menjadi sentral parkir bagi seluruh pengunjung kawasan Kota Tua Jakarta, namun parkir tersebut nampak sepi oleh kendaraan, hanya terlihat beberapa kendaraan saja yang terparkir di kawasan tersebut serta angkutan-angkutan umum yang menjadikan area tersebut sebagai tempat mereka beristirahat dan memarkirkan kendaraan mereka.
 Setelah ditanyai, salah satu pengunjung kawasan Kota Tua memberikan sebuah pernyataan bahwa relokasi parkir kota tua tersebut ternyata menimbulkan masalah lain, jarak parkir yang cukup jauh dengan kawasan kota tua ternyata menjadi salah satu faktor utama penyebab sedikitnya jumlah kendaraan yang parkir disana. Pengunjung lebih memilih untuk tetap menggunakan jasa parkir liar yang letaknya lebih dekat dengan kawasan Kota Tua Jakarta. Ditambah lagi dengan buruknya akses menuju kawasan Parkir Cengkeh tersebut dengan adanya pedagang kaki lima yang menjajakan jajanan mereka di sepanjang jalan akses menuju kawasan parkir tersebut. Hal ini ternyata menimbulkan rasa sungkan para pengunjung untuk menggunakan parkir kawasan Cengkeh sebagai tempat untuk memarkirkan kendaraan mereka.
Di sisi lain, para pedagang kaki lima yang lokasi berjualannya dipindahkan ke kawasan cengkeh juga merasa dirugikan dengan berkurangnya jumlah pembeli yang membeli jajanan mereka. Salah satu pedagang yang ditanyai berkata bahwa kawasan tempat mereka dipindahkan berjarak cukup jauh dengan pusat keramaian kawasan Kota Tua yaitu pada lapangan besar di depan Museum Fatahilah sehingga menyebabkan dagangan mereka kurang laku. Dengan lokasi berdagang yang jauh dari pusat keramaian kota tua tentu saja akan mengurangi jumlah pembeli mereka yang akan berdampak pada berkurangnya pendapatan per hari mereka.
Pada akhirnya tentu saja Pemprov DKI mengharapkan kawasan Kota Tua Jakarta dapat menjadi sebuah kawasan wisata yang diminati oleh warganya dengan memberikan fasilitas-fasilitas penunjang yang memadai seperti lahan parkir tersebut. Namun penyediaan fasilitas penunjang masyarakat tersebut akan lebih baik diterapkan dengan melakukan berbagai pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu secara lebih matang sehingga hal-hal seperti yang penulis jelaskan diatas tidak terjadi. Sebuah desain tata kota yang baik sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini. Dengan sebuah desain tata kota yang baik tentu saja diharapkan dapat mengatasi dan memfasilitasi seluruh parkir di kawasan kota tua serta memfasilitasi pedagang kaki lima yang juga harus memiliki lahan yang layak untuk berdagang sehingga kegiatan berjualan mereka tidak akan mengganggu pejalan kaki yang sedang berkunjung di Kawasan Kota Tua Jakarta.