DAMPAK RELOKASI LAHAN PARKIR
DI KAWASAN KOTA TUA JAKARTA
Oleh : Eko Nurrizky Wicaksono – [4TB01] –
[22313836]
Tugas Mata Kuliah : Kritik Arsitektur
Kota
Tua Jakarta,
juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), adalah sebuah
wilayah kecil di Jakarta, Indonesia.
Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka). Dijuluki "Permata Asia"
dan "Ratu dari Timur" pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa, Jakarta
Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang
strategis dan sumber daya melimpah. Seperti yang kita kenal sekarang ini kota
tua Jakarta telah menjadi salah satu objek wisata sejarah yang diminati di
kawasan sekitar Jakarta barat.
Kawasan tersebut didatangi
oleh 2000-4000 pengunjung setiap harinya yang ingin menikmati suasana wisata
sejarah sekaligus wisata pendidikan dengan mempelajari sejarah dari masa-masa
perjuangan Indonesia melawan jajahan Belanda dengan mengamati bangunan-bangunan
sekitar kawasan tersebut yang saat ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya
yang harus dipertahankan dan dijaga keberadaannya sebagai suatu nilai sejarah
Kota Jakarta.
Namun saat ini kawasan
tersebut sudah kurang terkendali dengan maraknya parkir-parkir liar yang berada
di sekitar kawasan tersebut. Tercatat kurang lebih sebanyak 1000 kendaraan
bermotor khususnya sepeda motor yang diparkirkan secara “liar” di sekeliling
kawasan Kota Tua Jakarta. Hal ini tentu saja akan mengganggu kenyamanan para
pengunjung yang ingin menikmati suasana “Old City” secara utuh dengan hadirnya
ratusan sepeda motor yang melintang di sekeliling mereka.
Parkir liar itu sendiri
dapat diartikan sebagai sebuah lahan yang sebenarnya tidak diperuntukkan
sebagai lahan parkir namun dikelola oleh salah satu pihak tidak berwenang untuk
menjadikan lahan tersebut sebagai lahan parkir yang kemudian akan dikelola
dengan menawarkan jasa untuk menjaga keamanan dari kendaraan bermotor yang
diparkirkan di lahan tersebut. Para pengelola parkir liar tersebut dapat
mengambil keuntungan dari hasil jasa yang mereka tawarkan kepada pengunjung
kawasan Kota Tua Jakarta yaitu sebesar
Rp. 2000 sebagai tarif untuk satu sepeda motor dan Rp.5000 – Rp.10.000
untuk mobil.
Dari hasil survey diketahui
bahwa jumlah spot parkir liar yang terdapat di kawasan Kota Tua Jakarta sebelum
dilakukan relokasi mencapai lebih dari 10 titik. Pihak Pemprov DKI bekerjasama
dengan SATPOL-PP dan Dishub telah melakukan relokasi dan pembersihan parkir
liar dan pedagang kaki lima secara besar-besaran yang mulai diberlakukan sejak
bulan November 2016 lalu, namun setelah relokasi tersebut diberlakukan ternyata
masih ada beberapa spot parkir liar yang tetap beroperasi tanpa sepengetahuan
petugas.
Pemprov DKI telah
menetapkan sebuah lahan di kawasan Jl. Cengkeh yang letaknya tidak jauh dari
kawasan Kota Tua sebagai lahan parkir masal yang seharusnya dapat menjadi sentral parkir bagi seluruh
pengunjung kawasan Kota Tua Jakarta, namun parkir tersebut nampak sepi oleh
kendaraan, hanya terlihat beberapa kendaraan saja yang terparkir di kawasan
tersebut serta angkutan-angkutan umum yang menjadikan area tersebut sebagai
tempat mereka beristirahat dan memarkirkan kendaraan mereka.
Setelah ditanyai,
salah satu pengunjung kawasan Kota Tua memberikan sebuah pernyataan bahwa
relokasi parkir kota tua tersebut ternyata menimbulkan masalah lain, jarak
parkir yang cukup jauh dengan kawasan kota tua ternyata menjadi salah satu faktor
utama penyebab sedikitnya jumlah kendaraan yang parkir disana. Pengunjung lebih
memilih untuk tetap menggunakan jasa parkir liar yang letaknya lebih dekat
dengan kawasan Kota Tua Jakarta. Ditambah lagi dengan buruknya akses menuju
kawasan Parkir Cengkeh tersebut dengan adanya pedagang kaki lima yang
menjajakan jajanan mereka di sepanjang jalan akses menuju kawasan parkir
tersebut. Hal ini ternyata menimbulkan rasa sungkan para pengunjung untuk
menggunakan parkir kawasan Cengkeh sebagai tempat untuk memarkirkan kendaraan
mereka.
Di sisi lain, para
pedagang kaki lima yang lokasi berjualannya dipindahkan ke kawasan cengkeh juga
merasa dirugikan dengan berkurangnya jumlah pembeli yang membeli jajanan
mereka. Salah satu pedagang yang ditanyai berkata bahwa kawasan tempat mereka
dipindahkan berjarak cukup jauh dengan pusat keramaian kawasan Kota Tua yaitu
pada lapangan besar di depan Museum Fatahilah sehingga menyebabkan dagangan
mereka kurang laku. Dengan lokasi berdagang yang jauh dari pusat keramaian kota
tua tentu saja akan mengurangi jumlah pembeli mereka yang akan berdampak pada
berkurangnya pendapatan per hari mereka.
Pada akhirnya
tentu saja Pemprov DKI mengharapkan kawasan Kota Tua Jakarta dapat menjadi
sebuah kawasan wisata yang diminati oleh warganya dengan memberikan
fasilitas-fasilitas penunjang yang memadai seperti lahan parkir tersebut. Namun
penyediaan fasilitas penunjang masyarakat tersebut akan lebih baik diterapkan
dengan melakukan berbagai pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu secara lebih
matang sehingga hal-hal seperti yang penulis jelaskan diatas tidak terjadi.
Sebuah desain tata kota yang baik sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah
ini. Dengan sebuah desain tata kota yang baik
tentu saja diharapkan dapat mengatasi dan memfasilitasi seluruh parkir di
kawasan kota tua serta memfasilitasi pedagang kaki lima yang juga harus
memiliki lahan yang layak untuk berdagang sehingga kegiatan berjualan mereka
tidak akan mengganggu pejalan kaki yang sedang berkunjung di Kawasan Kota Tua
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar