Kamis, 22 Januari 2015

BANGUNAN HEMAT ENERGI

BANGUNAN HEMAT ENERGI





Bangunan Hemat Energi merupakan sebuah pendekatan pembangunan yang mencakup keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya dengan meminimalkan penggunaan bahan bangunan yang berpotensi membahayakan kesehatan penghuni dan lingkungannya dengan upaya memilah bahan bangunan yang ramah lingkungan sehingga mengurangi dampak keseluruhan dari lingkungan yang dibangun pada kesehatan manusia dan lingkungan alam. Dengan tujuan membenahi iklim mikro. Karena pada saat semakin maraknya pembangunan gedung gedung pencakar langit sehingga kita perlu memperhatikan penggunaan bahan-bahan yang digunakan.

Namun, memilih untuk hemat energy bukan berarti kita harus mengobarkan sesuatu seperti membaca ditempat gelap agar tidak perlu menyalakan lampu membiarkan ac mati saat kepanasan dsb, tetapi kita hanya menggunakan seperlunya seperti mematikannya ketika pagi hari dan malam hari ketika beranjak tidur, mematikan ac ketika tidak digunakan agar tidak menyala sepanjang hari dengan melakukan itu kita telah berhemat pembiayaan listrik dan menyelamatkan bumi. Dalam bidang pembangunan juga ada beberapa bahan bangunan yang termasuk kategori bahan ramah lingkungan seperti, semen keramik, batu bata, alumunium dan baja. Penggunakan kayu bukn tidak hemat energy tetapi Karena penggunakan kayu menyebabkan banyaknya penebangan liar yang tak terkendali selain itu banyak pemanfaatan kayu yang diganti oleh alumunium.

Tindakan seperti apa yang harus kita lakukan untuk hemat energy pada rumah tinggal?
        1. Menggunakan Teknologi yang efesiensi energy
        2. Mengganti bola lampu dengan lampu tipe CFL (lampu ini menghemat energy hingga 40%)
       3. Memperbanyak jendela di langit-langit agar ketika pagi-sore hari kita bias memanfaatkan sinar             matahari sebagai pencahayaan


Bagaimana cara penerapan hemat energy pada sebuah bangunan?

·  Retrofitting Gedung
       Proses merombak ulang sebuah bangunan, atau sebagai bagian dari bangunan yang telah dibangun, Struktur gedung dapat dirombak agar lebih efisien misalnya dalam pemanfaatan cahaya alami, selain itu penempatan dinding yang strategis, langit cahaya alami di dalam ruangan. Sedangkan dari segi desain interior, penempatan furnitur dan pemilihan bahan bangunan juga mempengaruhi tingkat kenyamanan penggunaan gedung.



·  Gedung harus memiliki sistem operasional dan peralatan yang juga hemat energi
misalnya sistem HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning) yang efisien, pencahayaan alami yang maksimal serta peralatan yang hemat energi.

·  Desain gedung hemat energi
membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan. Atap-atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden, green roof) yang memiliki nilai ekologis tinggi (suhu udara turun, pencemaran berkurang, ruang hijau bertambah).


           Mari kita terapkan hal-hal kecil tersebut untuk memberikan maanfat dan kenyamanan bukan hanya terhadap diri sendiri tetapi kepada orang sekitar kita dan orang-orang dimasa depan, sehingga penghematan energy dapat menyelamatkan bumi dari dampak global warming dan bumi kembali sehat.



http://noviaclarabianca.blogspot.com/2012/01/arsitektur-ramah-lingkungan-dan-hemat.html

BANGUNAN EKO-ARSITEKTUR

BANGUNAN EKO-ARSITEKTUR


Eko-Arsitektur 

Apa Pengertian Ekologi dan Arsitektur? 

     Ekologi adalah hal-hal yang saling mempengaruhi segala jenis makhluk hidup (tumbuhan, binatang, manusia) dan lingkungannya (cahaya, suhu, curah hujan, kelembapan, topografi, dsb). Demikian juga proses kelahiran, kehidupan, pergantian generasi, dan kematian yang semuanya menjadi bagian dari pengetahuan manusia. Proses itu berlangsung terus dan dinamakan sebagai ‘hukum alam’.

         Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat mempertahankan kehidupannya dengan mengadakan hubungan antar makhluk hidup dan lingkungannya. 

Ekologi dan Arsitektur

        Atas dasar pengetahuan dasar-dasar ekologi yang telah diuraikan, maka perhatian pada arsitektur sebagai ilmu teknik dialihkan kepada arsitektur kemanusiaan yang memperhitungkan juga keselarasan dengan alam dan kepentinagan manusia penghuninya. Pembangunan rumah atau tempat tinggal sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya dinamakan arsitektur ekologis atau eko-arsitektur. (Krusche, Per et sl. Oekologisches Bauen. Wiesbaden, Berlin 1982. Hlm.7 )

      Sebenarnya, eko-arsitektur tersebut mengandung bagian-bagian dari arsitektur biologis (arsitektur kemanusiaan yang memperhatikan kesehatan), arsitektur alternative, arsitektur matahari (dengan memanfaatkan energi surya), arsitektur bionic (teknik sipil dan konstruksi yang memperhatikan kesehatan manusia), serta biologi pembangunan.Eko-arsitektur tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran baku. Namun, eko-arsitektur mencakup keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya.

Apa Ciri yang perlu diperhatikan dari Eko-Arsitektur?
       1. Penyelidikan kualitas 
       2. Bentuk dan struktur bangunan 
       3. Pencahayaan dan warna
       4. Keseimbangan dengan alam
       5. Alam dan iklim tropis
       6. Sinar matahari dan orientasi bangunan
       7. Angin dan pengudaraan ruangan

Ketujuh unsur ini harus dimiliki oleh bangunan eko-arsitektur

Contoh dari bangunan eko arsitektur adalah Perpustakaan Pusat Unversitas Indonesia yang berlokasi di Depok, Jawa Barat.



          Perpustakaan ini merupakan pengembangan dari perpustakaan pusat yang dibangun pada tahun 1986-1987, yang dibangun di area seluas 3 hektare dengan 8 lantai yang didanai oleh Pemerintah dan Industri dengan anggaran Rp 100 Miliar yang dirancang bediri di atas bukit buatan yang terletak di pinggir danau. Perpustakaan ini menganut konsep (Eco Building) mulai dibangun semenjak Juni 2009. Bahwa kebutuhan eergi menggunakan sumber energy terbarukan yaitu energy matahari (solar energy. Dengan konsep semua kebutuhan didalam gedung tidak diperbolehkan mengunakan plastic dalam bentuk apapun dan bangunan ini didesain bebas asap rokok, hemat istrik, air dan kertas. Selain itu, Perpustakaan ini memiliki 3-5 juta judul buku, dilengkapi ruang baca, 100 silent room bagi dosen dan mahasiswa, taman, restoran, bank, serta toko buku. Perpustakaan ini diperkirakan mampu menampung 10.000 pengunjung dalam waktu bersamaan atau 20.000 pengunjung per hari. Sebagian kebutuhan energi perpustakaan ini dipasok dari pembangkit listrik tenaga surya. 

Apa Komponen Eko-Arsitektur yang diterapkan pada bangungan Perpustakaan Pusat UI tsb?
        - Penggunaan Bukit Buatan pada Atap bangunan yang berfungsi sebagai pendingin suhu di                   dalam ruangan, sehingga dapat mereduksi fungsi alat pendingin.
       – Pencahayaan Alami yang dilakukan melalui Jendela-jendela besar diseluruh ruangan sehingga             penerangan pada siang dan sore hari memanfaatkan sinar matahari melalui solar cell
      – Penggunaan sirkulasi yang maksimal melalui sistem void yang menghubungkan antar ruang                satu dengan yang lainnya seingga ruang terkesan saling menyambung.
      – Untuk memenuhi standar ramah lingkungan, bangunan dilengkap I oleh Sewage Treatmen Plant          yang berfungsi mengolah air kotor menjadi air bersih sehingga air dapat dialirkan ke tanaman-              tanaman yang berada dibukit/atap bangunan.
     – Interior dan Eksterior bangunan terbuat dari bahan alami yaitu bebatuan yaitu paliman palemo             dan batu alam andesit karena Curah hujan yang sedang sehingga pemilihan bahan eksterior batu         paling cocok karena selain tahan air juga tidak mudah mengalami pelapukan selain itu                          penggunakan batu ini tidak perlu pengecatan ulang. 

REFERENSI
http://id.wikipedia.org/wiki/Crystal_of_Knowledge

PENTINGNYA MEMPERHATIKAN KETERSEDIAAN LAHAN HIJAU DALAM PEMBANGUNAN PERKOTAAN

PENTINGNYA MEMPERHATIKAN KETERSEDIAAN LAHAN HIJAU DALAM PEMBANGUNAN  PERKOTAAN      

  

         Pertumbuhan kawasaan di perkotaan semakin meningkat di setiap tahunnya. Pertumbuhan ini disebabkan oleh faktor tidak meratanya infrastruktur yang ada di kota dan daerah. Selain itu, pemerintah lebih memperhatikan dan selalu meningkatkan kualitas infrastruktur di kota dibandingkan melengkapi infrastruktur di daerah/desa. Akibatnya adalah angka urbanisasi melonjak tinggi, dengan alasan agar dapat memperoleh sarana dan prasana yang lebih baik. Dampak yang terjadi adalah bertambahnya pembangunan perumahan dan apartement di perkotaan. Hal ini menyebabkan persebaran penduduk yang tidak merata, dan kota semakin padat sementara desa menjadi sepi. Kota menjadi sarang polusi dan desa menjadi paru-parunya. Namun, ketika hari libur tiba banyak orang kota yang berlibur ke daerah pedesaan agar mendapat udara sejuk dan pemandangan alam yang hijau.
Setiap orang selalu menginkan sesuatu yang ideal sesuatu yang serasi layaknya kehidupan, karena itu Lingkungan hidup yang serasi dan seimbang sangat diperlukan karena merupakan unsur penentu kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup. 

       Kini aset yang dimiliki Indonesia sangatlah banyak terutama aset alamnya, maka kita harus memeliharanya untuk generasi yang akan datang. Namun, beberapa tahun silam banyak isu-isu yang menyebutkan bumi mengalami pemanasan global. Hal ini terjadi akibat pengepulan bahan bakar/bahan-bahan yang mengandung gas mengalami pengepulan disekitar atmosfir yang menyebabkan ditemukannya lubang pada lapisan ozon selain itu banyak hutan yang terbakar. Padahal hutan merupakan paru-paru bumi. Kota yang semakin padat kita tidak dapat menanggulanginya dengan mengurangi penduduknya dan desa yang semakin sepi kita juga tidak dapat pula mengembalikan penduduk aslinya. Disisi lain, pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh kehidupan yang sehat, nyaman, dan sejahtera, menjadi sebuah persoalan yang perlu dicari. Hal ini yang menjadikan para designer khusunya arsitek untuk menemukan inovasi baru dalam merancang sebuah bangunan agar dapat berdampak baik bagi lingkungannya dan tidak hanya mengandalkan desa dan hutan sebagai paru-paru bumi namun, Kota pun bisa menjadi paru-paru bagi manusia. Konsep “Green City” dan “Eco City” (kota hijau berwawasan lingkungan) dapat menjadi solusi bagi pelaku pembangunan kota. 

          Pembangunan pada hakikatnya ialah mengubah keseimbangan baru, yang dianggap lebih baik untuk kehidupan manusia dan merupakan suatu proses multidimensi yang melibatkan segala sumber daya yang ada dalam rangka usaha meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat, yang dilakukan secara berkelanjutan serta berlandaskan kemampuan yang mengacu pada ilmu pengetahuan dan teknologi, namun tetap memperhatikan permasalahan yang ada serta sistem pembangunan yang tetap memperhatikan lingkungan hidup termasuk sumber daya alam yang menjadi sarana untuk mencapai keberhasilan pembangunan dan jaminan bagi kesejahteraan hidup di masa depan.

          Kota hijau yang dimaksud di sini adalah pengefektifan dan mengefisiensikan sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin adanya kesehatan lingkungan, dan mampu mensinergikan lingkungan alami dan buatan, yang berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan (lingkungan, sosial, dan ekonomi). 

       Pakar Lingkungan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Maria Anityasari mengatakan Kota Hijau memiliki delapan atribut dalam hal prosesnya yaitu Green Planning and Desain, Green Community, Green Building , Green Energy, Green Water, Green Transportation, Green Waste, Green Openspace. Green Building Council Indonesia (GBCI) mencatat dampak dari bangunan gedung rerata mengeluarkan 30 persen emisi CO2, sekitar 17 persen air bersih, konsumsi kayu 25 persen, energi (30-40 persen), dan faktor-faktor lain hingga 100 persen. 

           Untuk mewujudkan Indonesia menjadi Kota Hijau dalam rangka menghadapi perubahan iklim, kata dia, diperlukan kerja sama dari masyarakat dan pemerintah. Tindakan sebelumnya yang dimulai dari konsep, ditingkatkan menjadi aksi nyata bersama.

          Pemerintah Indonesia sendiri saat ini telah mencanangkan program kota hijau yang berbasiskan masyarakat (empowerment), melalui programnya yaitu Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang dalam implementasinya dimuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten dan kota Kendala penerapan sistem “Green Building” di Indonesia khususnya kota-kota besar. green building atau bangunan yang memiliki visi ramah lingkungan tidak terbatas pada gedung-gedung bertingkat, melainkan bangunan lain seperti perumahan.

        Bangunan memberikan kontribusi yang besar terhadap gas rumah kaca, selain transportasi massal cepat. Setelah diadakan evaluasi untuk gedung pemerintahan, bagaimana mengoptimalkan sirkulasi pencahayaan alami, sirkulasi udara yang tidak semata-mata mengandalkan AC dan instalasi pengolahan limbah.

•  Contoh gedung yang sudah menerapkan sistem “green building” :
   >gedung BRI Tower
>Graha Pangeran dan Graha Wonokoyo
>gedung Graha Pangeran dan Graha Wonokoyo sudah mendapatkan sertifikat “green building” dari ASEAN Center for Energy Awards 2002. 

Dengan menerapkan gedung ramah lingkungan tidak langsung dapat mengurangi pemanasan global. Bangunan ataugedung dengan banyak kaca mampu menyumbang karbon sampai 50 %.Selain pada gedung tanaman hijau juga dapat dibuat pada atap-atap bangunan baik rumah, cafĂ© dll dengan menggunakan atap hijau/atap yang ditumbuhi rumput selain itu diperbanyaknya taman kota dan sepanjang jalan ditanam pepohonan. Dan di daerah/pedesaan kita jangn merubah struktur alamnya melainkan hanya mengolah kembali lahan yang ada dengan dilengkapi fasilitas yang sepadan seperti di kota sehingga dapat meratakan jumlah penduduk yang ada. 

PEMBANGUNAN DI DAERAH RESAPAN AIR

PEMBANGUNAN DI DAERAH RESAPAN AIR

Apa permasalahan Lingkungan yang ada?

Manusia dan Alam (Lingkungan sekitar) merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia membutuhkan Alam untuk keberlangsungan hidupnya dan alam pun sebaliknya. Setiap wilayah memiliki ketinggian tanah dan sifat tanah yang berbeda beda ada dataran tinggi, ada dataran rendah ada daerah kering dan daerah basah(resapan). Seperti yang kita ketahui Ibu kota Negara kita merupakan salah satu dari dataran rendah dan merupakan wilayah resapan air. Ibu kota yang terkenal sebagai kota metropolitan, sangat padat akan penduduknya banyak para pendatang yang merantau dan mengadu nasibnya di kota metropolitan ini. Mereka yang datang sudah pasti membutuhkan tempat tinggal, hal ini mendorong munculnya pembangunan baik itu apartemen maupun perumahan. Padahal kota Jakarta sudah padat akan bangunan perkantoran,apartemen, maupun pemukiman namun, seiring dengan jumlah pendatang yang terus bertambah menyebabkan para kontraktor dan pebisnis property melihat peluang dibidang ini untuk membangun bangunan baik bangunan perkantoran/perumahan/apartemen karena, di pusat kota telah padat oleh bangunan sehingga mereka melirik daerah pinggiran yaitu ruang hijau kota yang memiliki fungsi sebagai daerah resapan air, namun kini sudah ditutupi oleh bangunan, dan daerah pinggiran pantai yang berfungsi sebagai ruang biru tempat penampungan air pun demikian. Setiap tindakan akan selalu ada resikonya itu yang dikatakan orang bijak.

Jakarta merupakan dataran rendah dimana berperan sebagai tempat resapan air oleh karena itu rawan banjir. Faktanya saat ini hampir 90% daerah resapan kini tak lagi menjadi daerah resapan namun berubah menjadi perumahan dan perkantoran. Efek dari pembangunan di daerah resapan air tersebut maka jika terjadi hujan air tidak dapat meresap di daerah tersebut lalu mengakibatkan Banjir dan bencana ini terjadi hampIr setiap tahun di musim hujan. Selain masalah tatanan Ruang ada hal yang secara tidak langsung disadari oleh penduduk yaitu adanya penurunan tanah karena kondisi geologis akibat penyedotan air tanah, penurunan ini membuat sungai-sungai di wilayah DKI Jakarta menjadi dangkal, sehingga endapan kasar berada di tengah dan berpengaruh pada drainase yang kecil dan dipenuhi sampah.

Adakah tanggapan dari persoalan tersebut?

Semua orang sudah pasti mengehatui bahwa, terdapat 13 sungai yang mengalir ke Jakarta, seharusnya membutuhkan tampungan yang lebih besar bukan mengurangi daerah resapan dengan mengembangkan bangunan di area resapan. Seharusnya warga memiliki rasa kepedulian akan lingkungannya sebab jika mereka acuh terhadap apa yang ada di sekitar mereka justru akan merugikan diri mereka sendiri seperti mereka yang yang tinggal di daerah resapan air/ mereka yang melakukan pembangunan di daerah resapan ketika musim hujan datang mereka akan menjadi korban dari bencana alam banjir, air yang datang merupakan banjir kiriman dan mereka yang melakukan pembangunan juga akan rugi karena harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membuat bendungan/tanggul di pinggiran sungai. Belum lagi jika tanggul/bendungan itu runtuh. Hal ini terjadi karena ketidaktegasan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dalam mengeluarkan izin mendirikan bangunan.

Bagaimana solusinya?
1. Ditegakkannya aturan membuang sampah dengan sanksi yang sangat berat dan menyediakan                tempat pembuangan di berbagai tempat.
2. Mengurangi pembuatan plastik sebab plastik sangat sulit terurai dan jika diamati sampah yang             sering ditemukan berbahan baku plastik.
3. Menegakkan kembali UU/peraturan tentang izin mendirikan bangunan.
4. Kepada pihak yang berwajib seharusnya sering mengadakan control ke daerah2 pinggiran sungai          agar tidak ada bangunan-bangunan liar/pemukiman disekitar sungai.
5. Memindahkan kembali daerah terbuka hijau ke daerah resapan.
6. Menghentikan pembukaan lahan di daerah hulu sungai.
7. Membangun sumur resapan yang cukup disekitar daerah resapan yang berfungsi memberikan              imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksikan air hujan ke dalam tanah.
8. Melestarikan hutan-hutan di daerah hulu dan daerah aliran sungai.
9. Memberikan fasilitas yang sama di daerah sekitar Kota Jakarta dengan begitu penyebaran                   penduduk akan merata sehingga dapat mengurasi pembangunan di daerah resapan air kembali.

Kesimpulan, Pembangunan di daerah resapan air sangatlah tidak efisien karena daerah resapan bukanlah lokasi yang cocok untuk sebuah pembangunan selain merusak aliran drinase, pembangunan di daerah ini juga bukan merupakan tata ruang yang baik. Jika harus disalahkan tidak ada yang salah hanya saja kesadaran akan lingkungan yang kurang dan kurangnya perhatian dari pemerintah setempat serta longgarnya peraturan tentang izin mendirikan gedung. Mari tingkatnya kepedulian akan lingkungan sekitar dengan menegakkan hukum setegak-tegaknya dan mulai mencintai lingkungan.

Referensi :
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/sumur-resapan/
http://www.beritasatu.com/aktualitas/162451-lipi-banjir-di-jakarta-disebabkan-kesalahan-tata-ruang.html
http://metro.news.viva.co.id/news/read/107386-banjir_jakarta_dan__kutukan__13_sungai