PENTINGNYA MEMPERHATIKAN KETERSEDIAAN LAHAN HIJAU DALAM PEMBANGUNAN PERKOTAAN
Pertumbuhan kawasaan di perkotaan semakin meningkat di setiap tahunnya. Pertumbuhan ini disebabkan oleh faktor tidak meratanya infrastruktur yang ada di kota dan daerah. Selain itu, pemerintah lebih memperhatikan dan selalu meningkatkan kualitas infrastruktur di kota dibandingkan melengkapi infrastruktur di daerah/desa. Akibatnya adalah angka urbanisasi melonjak tinggi, dengan alasan agar dapat memperoleh sarana dan prasana yang lebih baik. Dampak yang terjadi adalah bertambahnya pembangunan perumahan dan apartement di perkotaan. Hal ini menyebabkan persebaran penduduk yang tidak merata, dan kota semakin padat sementara desa menjadi sepi. Kota menjadi sarang polusi dan desa menjadi paru-parunya. Namun, ketika hari libur tiba banyak orang kota yang berlibur ke daerah pedesaan agar mendapat udara sejuk dan pemandangan alam yang hijau.
Setiap orang selalu menginkan sesuatu yang ideal sesuatu yang serasi layaknya kehidupan, karena itu Lingkungan hidup yang serasi dan seimbang sangat diperlukan karena merupakan unsur penentu kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup.
Kini aset yang dimiliki Indonesia sangatlah banyak terutama aset alamnya, maka kita harus memeliharanya untuk generasi yang akan datang. Namun, beberapa tahun silam banyak isu-isu yang menyebutkan bumi mengalami pemanasan global. Hal ini terjadi akibat pengepulan bahan bakar/bahan-bahan yang mengandung gas mengalami pengepulan disekitar atmosfir yang menyebabkan ditemukannya lubang pada lapisan ozon selain itu banyak hutan yang terbakar. Padahal hutan merupakan paru-paru bumi. Kota yang semakin padat kita tidak dapat menanggulanginya dengan mengurangi penduduknya dan desa yang semakin sepi kita juga tidak dapat pula mengembalikan penduduk aslinya. Disisi lain, pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh kehidupan yang sehat, nyaman, dan sejahtera, menjadi sebuah persoalan yang perlu dicari. Hal ini yang menjadikan para designer khusunya arsitek untuk menemukan inovasi baru dalam merancang sebuah bangunan agar dapat berdampak baik bagi lingkungannya dan tidak hanya mengandalkan desa dan hutan sebagai paru-paru bumi namun, Kota pun bisa menjadi paru-paru bagi manusia. Konsep “Green City” dan “Eco City” (kota hijau berwawasan lingkungan) dapat menjadi solusi bagi pelaku pembangunan kota.
Pembangunan pada hakikatnya ialah mengubah keseimbangan baru, yang dianggap lebih baik untuk kehidupan manusia dan merupakan suatu proses multidimensi yang melibatkan segala sumber daya yang ada dalam rangka usaha meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat, yang dilakukan secara berkelanjutan serta berlandaskan kemampuan yang mengacu pada ilmu pengetahuan dan teknologi, namun tetap memperhatikan permasalahan yang ada serta sistem pembangunan yang tetap memperhatikan lingkungan hidup termasuk sumber daya alam yang menjadi sarana untuk mencapai keberhasilan pembangunan dan jaminan bagi kesejahteraan hidup di masa depan.
Kota hijau yang dimaksud di sini adalah pengefektifan dan mengefisiensikan sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin adanya kesehatan lingkungan, dan mampu mensinergikan lingkungan alami dan buatan, yang berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan (lingkungan, sosial, dan ekonomi).
Pakar Lingkungan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Maria Anityasari mengatakan Kota Hijau memiliki delapan atribut dalam hal prosesnya yaitu Green Planning and Desain, Green Community, Green Building , Green Energy, Green Water, Green Transportation, Green Waste, Green Openspace. Green Building Council Indonesia (GBCI) mencatat dampak dari bangunan gedung rerata mengeluarkan 30 persen emisi CO2, sekitar 17 persen air bersih, konsumsi kayu 25 persen, energi (30-40 persen), dan faktor-faktor lain hingga 100 persen.
Untuk mewujudkan Indonesia menjadi Kota Hijau dalam rangka menghadapi perubahan iklim, kata dia, diperlukan kerja sama dari masyarakat dan pemerintah. Tindakan sebelumnya yang dimulai dari konsep, ditingkatkan menjadi aksi nyata bersama.
Pemerintah Indonesia sendiri saat ini telah mencanangkan program kota hijau yang berbasiskan masyarakat (empowerment), melalui programnya yaitu Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang dalam implementasinya dimuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten dan kota Kendala penerapan sistem “Green Building” di Indonesia khususnya kota-kota besar. green building atau bangunan yang memiliki visi ramah lingkungan tidak terbatas pada gedung-gedung bertingkat, melainkan bangunan lain seperti perumahan.
Bangunan memberikan kontribusi yang besar terhadap gas rumah kaca, selain transportasi massal cepat. Setelah diadakan evaluasi untuk gedung pemerintahan, bagaimana mengoptimalkan sirkulasi pencahayaan alami, sirkulasi udara yang tidak semata-mata mengandalkan AC dan instalasi pengolahan limbah.
• Contoh gedung yang sudah menerapkan sistem “green building” :
>gedung BRI Tower
>Graha Pangeran dan Graha Wonokoyo
>gedung Graha Pangeran dan Graha Wonokoyo sudah mendapatkan sertifikat “green building” dari ASEAN Center for Energy Awards 2002.
Dengan menerapkan gedung ramah lingkungan tidak langsung dapat mengurangi pemanasan global. Bangunan ataugedung dengan banyak kaca mampu menyumbang karbon sampai 50 %.Selain pada gedung tanaman hijau juga dapat dibuat pada atap-atap bangunan baik rumah, café dll dengan menggunakan atap hijau/atap yang ditumbuhi rumput selain itu diperbanyaknya taman kota dan sepanjang jalan ditanam pepohonan. Dan di daerah/pedesaan kita jangn merubah struktur alamnya melainkan hanya mengolah kembali lahan yang ada dengan dilengkapi fasilitas yang sepadan seperti di kota sehingga dapat meratakan jumlah penduduk yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar